IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN (Studi Kasus di Wilayah Hukum Polresta Denpasar)

Categorie(s):
   perlindungan hukum, penyidikan anak, tindak pidana penganiayaan
Author(s):
   IDA BAGUS WIRA BHASKARA
Tahun:
   2019
NIM Mahasiswa:
 1504742010210
Item Type:
 Thesis (Skripsi)
Additional Info:
 R/821/FH
Advisor:
I Made Asmarajaya, SH., MH.
NIP. 19591123 198602 1 002
Ni Putu Noni Suharyati, SH., MH.
NPK. 82 9016 496
Keyword(s):
perlindungan hukum, penyidikan anak, tindak pidana penganiayaan
Abstract :
Penelitian ini disimpulkan Penyidik Unit PPA Polresta Denpasar telah melaksanakan perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku penganiayaan yang mengakibatkan kematian sebagaimana ditetapkan dalam UU SPPA, UU Perlindungan Anak, KUHP, PerKap No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Hak-hak anak sebagai pelaku tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian dalam proses penyidikan oleh Penyidik Polresta Denpasar telah diwujudkan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3 UU SPPA, yaitu diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan, dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif, Dikarenakan menurut Pasal 32 ayat (2) UU SPPA mengenai umur pelaku telah/lebih dari umur 14 tahun dan ancaman pidana penjaranya 7 tahun atau lebih anak sebagai pelaku tindak pidana dapat ditahan dalam upaya mempertegas jalannya proses dari peradilan, akan tetapi tetap mendapat pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh anak, Namun, hak-hak anak yang belum bisa dipenuhi dengan maksimal adalah perlindungan terhadap kerahasiaan identitas 73 anak, tidak dilaksanakannya hak anak untuk melakukan kegiatan rekreasional dan diversi.
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum anak sebagai pelaku tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian adalah sulit untuk mewujudkan pelaksanaan diversi dikarenakan faktor umur dan ancaman pidana penjara yang melebihi aturan, kurang terjaga kerahasiaan identitas anak, sarana pra sarana dari UU SPPA tersebut belum memadai di wilayah hukum Polresta Denpasar dan menempatan anak di LPAS Krobokan yang dirasakurang efektif. Adapun tindak lanjut dari kendala-kendala tersebut adalah memantapkan pelaksanaan pra rekonstruksi, memberikan pemahaman mengenai diversi dan teguran agar tidak menyebarkan identitas anak sebagai pelaku tindak pidana, dan menempatkan anak di salah satu ruangan khusus penitipan anak di Polresta Denpasar.