ANALISIS SPASIAL KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) TERHADAP FAKTOR LINGKUNGAN DAN KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA DENPASAR (PENDEKATAN DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS)

Categorie(s):
   Spatial analysis, Dengue Hemorrhagic Fever, case, Environmental Factor, Population density, GIS ( Geographical Information System).
Author(s):
   I Made Suarjaya
Tahun:
   2009
NIM Mahasiswa:
 08810335101010102
Item Type:
 Thesis (Skripsi)
Additional Info:
 R/65/P2WL-PL
Keyword(s):
Analisis spasial, Demam Berdarah Dengue (DHF), Faktor lingkungan, Kepadatan Penduduk, Sistem Informasi Geografis (SIG)
Abstract :
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas. Kota Denpasar adalah wilayah terjangkit atau endemis penyakit DBD karena dalam 3 tahun terakhir secara berturut-turut di setiap kelurahan/ desa selalu terdapat kasus DBD. Tahun 2009 di Kota Denpasar jumlah kasus sebanyak 2.190 dengan Insidence Rate (IR) 397,76 per 100.000 penduduk, yang meninggal dunia sebanyak 2 orang dengan angka kematian/ Case Fatality Rate (CFR) = 0,09%. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi epidemiologi kasus DBD berdasarkan karakteristik orang, tempat, dan waktu. Melakukan pemetaan distribusi spasial kejadian DBD dengan pendekatan sistem informasi geografi (SIG) untuk mengetahui tingkat kerentanan wilayah, hubungan spasial antara kepadatan penduduk, jumlah penduduk, dan Angka Bebas Jentik dengan kejadian DBD. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross sectional, yang bermaksud memperoleh gambaran tentang distribusi kejadian DBD dengan pendekatan spasial SIG. Titik koordinat desa/ kelurahan diukur dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Proses selanjutnya, data diolah, dianalisis dengan analisis spatially weighted regression dengan program Gioda dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan peta. Hasil penelitian menunjukan: Bahwa penduduk laki-laki lebih banyak terkena kasus DBD dibandingkan dengan penduduk perempuan dengan perbandingan sex ratio = 1:0,69. Kelompok umur 25-44 tahun adalah kelompok umur terbanyak yang terkena kasus yaitu 827 kasus (37,76%). Tingkat kerentanan wilayah terhadap kasus DBD adalah: kerentanan rendah: 32 kelurahan/ desa (74,42%), kerentanan sedang : 9 kelurahan/ desa (20,93), dan kerentanan tinggi: 2 kelurahan/desa (4,65%). Hasil analisis menunjukan :Tidak ada hubungan antara kepadatan penduduk dengan jumlah Insidence Rate (IR) DBD dengan nilai (p) = 0,7319726. Ada hubungan bermakna antara Jumlah penduduk dengan jumlah kasus DBD dengan nilai probability (p) = 0,0000135 (p < 0,05), Tidak ada hubungan antara Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan jumlah kasus DBD dengan nilai probability (p)= 0,0024112 (p 0,05 yaitu : (p) curah hujan =0,2965804, (p) suhu udara = 0,3857619 dan (p) kelembaban = 0,0787861. Faktor curah hujan, suhu udara dan kelembaban dapat dijadikan sebagai early warning dalam penanggulangan DBD. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan distribusi epidemologi kasus berdasarkan karakteristik orang, tempat dan waktu. Tingkat kerentanan wilayah terhadap kasus DBD berbeda antara satu kelurahan/ desa dengan yang lain. Tidak ada hubungan bermakna antara jumlah kasus dengan Insidence Rate (IR) DDB, Semakin tinggi penduduk semakin tinggi jumlah kasus DBD di Kota Denpasar. Tidak terdapat hubungan bermakna antara curah hujan, suhu dan kelembaban terhadap kasus DBD di Kota Denpasar Tahun 2009.